[Impresi] - Dialog Pagi di Sebuah Wastafel #1
Pada pagi yang masih dingin, dan juga basah oleh
guyuran hujan yang akhir-akhir ini tiada henti mengguyur kota megapolitan yang
masih lengang karena sebagian besar penghuninya masih merayakan libur di hari
kerja mereka—di sebuah gang yang bermulut pada jalanan, becek dengan sisa hujan
yang masih menetes dan terus menetes, juga nampak sepi seperti tak berpenghuni.
Sementara itu, di sebuah sudut rumah, pada sebuah wastafel yang menggantung di
salah satu dinding dapur yang tak begitu besar, sedang terjadi perbincangan
yang riuh.
“Aku terlalu lama kotor.” Ucap sebuah wajan kepada
piring yang sedang bermalas-malasan.
“Bukankah kita semua di sini kotor?” Sahut sebuah
sendok teh dari dalam gelas susu yang masih berbekas di dasarnya.
“Kenapa kalian masih senang mendebatkan sesuatu yang
telah menjadi takdir kita?” Timpal si panci yang nampaknya sudah bosan dengan topik
yang tengah dibicarakan. “Apa kalian ingin bertingkah seperti manusia-manusia
itu? Penuh drama, saling mencaci maki, bahkan saling menjatuhkan, padahal
mereka nampak serupa saja.”
“Mungkin karena berotak, itu yang menyebabkan tingkah
mereka yang seperti itu.” Sebuah cangkir kopi yang sedari tadi diam, akhirnya
ikut angkat suara dalam perbincangan pagi ini.
“Hai, kau cangkir, bukankah mereka sangat mencintaimu
untuk menyiapkan kopi pagi mereka, kenapa kau berpikiran seperti itu?” Si wajan
bertanya dengan penuh keheranan.
“Karena mereka sangat mencintaiku pada pagi mereka,
maka aku bisa berpikiran seperti ini. Dan selama aku menemani mereka untuk
menyambut pagi, maka pada saat itulah aku bersyukur untuk takdirku menjadi
sebuah cangkir. Apalah fungsi cangkir selain untuk wadah kopi ataupun teh hangat?
Jika tak diperlukan lagi, maka aku hanya akan bertengger pada rak di dapur ini,
hanya diam dan tak ada rasa iri pada kalian lainnya yang tengah digunakan untuk
menyiapkan santap siang. Saat aku melihat kalian tengah difungsikan menurut
fungsi kalian masing-masing, aku melihatnya biasa saja dan tanpa ada beban
sehingga pada akhirnya aku harus berpikiran bahwa aku tak bermakna atau tak
dibutuhkan lagi. Aku sebagai cangkir sadar akan fungsiku sebagai sebuah cangkir,
kapasitas diriku tak akan bisa menggantikan fungsi si wajan atau siapapun di
antara kalian. Maka, bukankah kita semua harus berterima kasih pada takdir kita
yang di-ada-kan tanpa adanya otak dalam diri kita? Mungkin kita mempunyai otak,
tapi tak mempunyai ambisi berlebih seperti manusia-manusia itu. Sehingga, jika
masing-masing di antara kita tengah difungsikan menurut kapasitas dan fungsi
masing-masing kita, maka tak akan ada dengki atau iri yang membuat kita pada
akhirnya berselisih. Bukankah tema perbincangan kita tiap harinya adalah tentang
waktu kapan kita dibersihkan dari apa yang mengotori kita? Tapi, bukankah itu
adalah hal yang tak perlu diperdebatkan bukan? Karena masing-masing di antara
kita sadar betul bahwa pada saat yang bersamaan kita semua akan dicuci bersama,
bahkan kita bisa bercanda riang saat itu. Berbeda dengan manusia yang tiap pagi
mereka meneguk kopi dari diriku, pada awal mata mereka melihat dunia, mereka
nampakanya sudah yakin akan di-ada-kannya mereka adalah untuk saling bersaing
dengan manusia yang lain, dengan alasan yang berbeda juga pastinya. Ah, apakah
kalian tak pernah mendengar berita dari radio tua itu? Begitu banyak hal yang
diberitakannya, dan tak jauh dari perselisihan. Ya, hanya itu yang mereka
pikirkan mungkin, mereka hidup untuk berselisih. Dan aku pikir….” Dia berhenti
sejenak untuk mengelap mulutnya, “Aku pikir mereka harusnya belajar dari
benda-benda seperti kita. Benda yang tak berotak tapi cukup mempunyai pemaknaan
hidup yang lebih baik daripada mereka.”
Si cangkir mengakhiri perkataannya dengan rasa puas.
Sementara itu, hening menyelimuti sudut dapur yang tak begitu besar itu.
Masing-masing benda yang ada di sana nampak merenungkan apa yang dikatakan oleh
si cangkir.
“Aku pikir benar apa yang dikatakan oleh cangkir.”
Ucap si panci.
“Ya.. benar.” Sahut yang lainnya hampir bersamaan dan
diiringi dengan tawa yang riuh.
Begitulah dialog pagi yang terjadi di sudut dapur pagi
ini. Dialog ringan yang akhirnya ditutup dengan kesepakatan bahwa mereka lebih
baik daripada manusia yang saling berselisih.
-||-
Komentar
Posting Komentar