[Ulasan Buku] - Being Henry David
Judul: Being
Henry David | Penerbit: Spring
Penulis: Cal
Armistead | Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting:
Novianita | Jumlah Hlm.: 256 hlm.
Cetakan pertama,
September 2016 | ISBN: 978-602-71505-7-7
Rating Buku: 4/5
“Carpe diem. Itulah
filosofi yang aku ingin wujudkan. Raihlah hari ini. Curahkan seluruh energi dan
perhatian untuk masa sekarang…” (Halaman 195)
‘Hank’ tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan.
Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan
dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku
berjudul ‘Walden’ karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya.
Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya.
Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?
Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?
ef
“’Sekarang’, menghantamku dengan tinju
yang menghujam jantung, mataku terbelalak, dan ini terlalu banyak. Semuanya.
Sosok-sosok yang kabur, bergerak. Cahaya putih. Bunyi yang sayup-sayup.
Suara-suara. Musik. Gaduh.” (Halaman 4)
Ya,
apa yang akan kita lakukan jika hanya ‘sekarang’ adalah satu-satunya hal yang
kita ingat atau ketahui? Terbangun pada sebuah stasiun yang tak lagi sepi,
telah ramai dengan hilir mudik orang-orang, pada tempat yang tak dikenal, pada
ingatan yang tak menyisakan petunjuk apapun—hanya sebuah buku, ya, sebuah buku
tergeletak di samping tubuh kita, apakah buku itu milik kita? Ataukah seseorang
yang telah meninggalkannya begitu saja?
Hal
itu terjadi kepada seorang remaja laki-laki, yang tak tau siapa namanya
sendiri. Dia terbangun pada tempat yang tak ia kenal, bahkan bagaimana akhirnya
ia mencapai tempat tersebut, ia tak mengingatnya. Terbangun secara mendadak,
kemudian harus berebut buku yang ia yakini adalah miliknya dengan seseorang
yang mengalami gangguan pica, merupakan pengalaman pertama
yang akan ia ingat.
Kontak
pertama lainnya dengan manusia yang akan membawanya pada rentetan kejadian
besar lainnya adalah dengan seorang remaja sebayanya di sebuah toilet stasiun,
remaja laki-laki itu bernama Jack. Jack-lah yang memberi nama ‘Hank’ kepada si
remaja laki-laki tak berindentitas tadi, meski pada awalnya dia mengenalkan
dirinya sebagai Henry David, ya, menurut Jack nama itu terdengar kurang cocok
untuknya.
Perkenalannya
dengan Jack berlanjut pada sebuah makan malam dengan modal sisa uang yang
tersisa disaku celananya, merasa telah diselamatkan untuk santapan malam, maka
Jack mengajak Hank ke tempatnya untuk bermalam sebagai gantinya, meski tempat
tinggal Jack hanya terdiri dari sandaran papan gipsum sisa sampah proyek.
Dari
sinilah semua bermula, seperti yang kita ketahui, bahwa hidup di jalanan
tidaklah senyaman jika dibandingkan dengan hidup di rumah. Keadaan keras
jalanan akhirnya membuat Hank melakukan hal yang tak pernah ia pikirkan
sebelumnya, dan hal ini membawanya bertemu dengan Magpie—seorang bandar narkoba
yang memperkerjakan anak-anak di bawah umur untuk menjalankan bisnisnya, dan
anak-anak itu tak lain salah satunya adalah Jack dan Nessa (adik Jack).
Tetapi,
dengan upayanya dan dibantu oleh Jack, Hank berhasil untuk pergi dan berpindah
ke Concord. Bukan tanpa alasan Hank pergi ke Concord, karena buku Walden adalah
satu-satunya petunjuk yang ia punya, maka ia pergi ke Concord untuk mendapatkan
jawaban atas semua pertanyaan siapa dirinya sebenarnya.
Situasi
Concord jauh lebih cerah dan ramah bagi Hank, pertama ia tiba di kota itu, ia
bertemu dengan seorang gadis bernama Hailey yang berhasil membuat Hank jatuh
cinta. Concord, latar di mana buku Walden ini diceritakan menjadi petunjuk
satu-satunya bagi Hank. Perlu di ketahui, Walden adalah nama sebuah danau di
kota Concord, jadi Hank memutuskan untuk pergi ke danau itu, dengan harapan
akan mendapatkan jawaban yang ia cari.
Perjalanannya
di Walden membuatnya bertemu dengan orang baik lainnya bernama Thomas—pria
penerjemah Thoreau yang nantinya juga dikenal sebagai penjaga perpustakaan di
kota Concord. Oleh Thomas inilah, Hank nantinya akan dibantu untuk menemukan
kembali siapa dirinya.
Banyak
keajaiaban atau kebetulan yang dirasakan oleh Hank, hal ini tidak lain masih
berhubungan dengan apa yang ia miliki saat ia masih mengetahui siapa dirinya
dulu, dan hal tersebut masih bisa ia dapati, seperti kemampuan bermusiknya, ketahanan
tubuhnya dalam berlari, bahkan ia dapat menemukan ketenangan tersendiri saat ia
memutuskan untuk berlari. Dan tentu saja, hal ini akan membantunya juga untuk
menemukan dirinya yang hilang.
Ketika
semua telah berjalan dengan baik dan semakin terkendali di Concord, Hank
kembali diingatkan akan siapa dirinya melalui pencarian yang ia lakukan sendiri
dan dibantu oleh Thomas. Tetapi, ketika Hank belum siap menerima siapa dirinya,
hal ini membawanya pada pelarian lainnya, yakni ke Maine. Dan, apakah Hank pada
akhirnya bisa berdamai dengan masa lalu dan kekacauan yang telah ia tinggalkan?
Ataukah seharusnya dia memang tidak harus ingat sama sekali mengenai masa
lalunya? Cal, dalam 256 halaman bukunya mengajak kita untuk menemani perjalanan
Hank dalam menemukan jawaban yang selama ini ia cari, dan sekaligus yang
mungkin sangat ia takutkan.
ef
Banyak
isu yang bisa ditemukan dalam buku ini, beberapa hal yang saya garis bawahi
adalah pica, meskipun karakter dengan gangguan pica hanya merupakan
tambahan di novel ini yakni Frankie, tetapi merupakan pengetahuan baru bagi
pembaca lainnya mengenai gangguan ini.
Pica--adalah gangguan makan
yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara
terus-menerus selama kurang lebih satu bulan. Belum banyak penelitian yang
berhasil menjelaskan dengan jelas penyebab gangguan ini, akan tetapi dari
beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa gangguan ini disebabkan akan
kurangnya zat besi dan anemia yang memicu pola makan tersebut. Orang-orang
dengan pica, biasanya memakan putung rokok, pasir, batu, daun, kertas, pensil,
besi, lumpur, atau bahkan kotoran binatang.
Selain
itu, tema besar yang jelas terlihat dalam novel ini adalah mengenai amnesia. Amnesia adalah
kondisi terganggunya daya ingat, adapun penyebabnya dapat berupa organik
ataupun fungsional. Penyebab organik dapat berupa kerusakan otak, akibat trauma
atau penyakit, atau penggunaan obat-obatan yang bersifat sedatif. Sedangkan penyebab
fungsional adalah faktor psikologis, seperti pada sistem pertahanan ego.[1]
Mekanisme
pertahanan diri (defense
mechanism) adalah suatu strategi pertahanan yang diperankan oleh ego yang
dimiliki suatu individu untuk melawan impuls id dan menentang tekanan super ego
pada realitas eksternal (Alwisol, 2009).[2]
Mekanisme
pertahanan diri ini bersifat normal dan digunakan secara universal, apabila
digunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan mengarah pada
perilaku yang kompulsif, repetitif, juga neurotis. Dalam kasus Hank, bisa jadi
pertahanan diri yang terbentuk pada dirinya adalah berupa represi—di mana
represi itu sendiri merupakan mekanisme pertahanan yang paling dasar, karena
muncul juga pada bentuk-bentuk pertahanan lainnya. Ketika ego terancam oleh
dorongan-dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan
merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan
mengancam masuk ke alam tidak sadar (Freud 1926/1959a). Dan dalam banyak kasus,
represi ini bisa muncul sepanjang hidup.
ef
Selain
isu yang telah saya sebutkan di atas, dalam buku ini juga membawa kita
berkenalan dengan sosok Henry David Thoreau. Sebenarnya ada
beberapa nama lainnya yang disebutkan juga dalam buku ini seperti Ephraim,
Louisa May Alcott, Ebenezer Hoar, Bronson Alcott, dan Ralph Waldo Emerson (sahabat
sekaligus mentor dari Thoreau)—ya kesemuanya adalah tokoh-tokoh yang dalam
kehidupannya saling kenal satu sama lain dan hidup pada masa yang sama yakni
pada pertengahan abad ke-19 di Concord, Massachusetts.
Henry
David Thoreau,
adalah seorang penulis, transcendentalist, scientist, naturalist, dan
filsuf berkebangsaan Amerika. Karyanya yang paling terkenal yakni Walden—yang
juga menjadi salah satu esensi utama dalam novel Being Henry David—sebuah buku
yang berdasarkan kisah hidupnya selama dua tahun, dua bulan, dan dua hari di
Danau Walden, Concord.[3] Ide
dasar dari Walden adalah sebuah metafora untuk kehidupan manusia yang
berhubungan dengan perawatan alam, keharmonisan, keindahan, dan
menghubungkannya dengan kemasyarakatan, kebudayaan, dan politik. Dikenal
sebagai karya yang tidak memiliki genre yang jelas dan kontradiksi serta penuh
akan pemaparan ide besar.
Bagaimana
isi bukunya? Sayapun belum pernah membacanya, tetapi melalui Hank, kita
dikenalkan beberapa kilasan singkat mengenai isi dari Walden ini, dan ya, Cal
melalui Hank telah membuat saya juga tertarik dengan Walden.
“Jika
seseorang melangkah untuk meraih mimpinya dengan penuh percaya diri, dan
berusaha keras menjalani hidup seperti yang dia bayangkan, dia akan menemui
kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari.” (Thoreau)
ef
Being
Henry David--adalah
novel pertama dari Cal Armistead. Novel ini mengambil latar cerita di New York
(Stasiun Penn), Concord, dan Maine. Jika banyak teman pembaca lainnya yang
bertanya-tanya mengenai ‘kenapa harus buku Walden?’ atau ‘kenapa
harus Concord?’, ternyata Cal mempunyai alasan khusus mengenai dua hal
tersebut.
Dalam
sebuah wawancara [4],
Cal menyebutkan bahwa karakter Hank adalah representasi dirinya sendiri. Pada
saat dia berusia tak jauh berbeda dengan Hank, Cal juga melakukan perjalanan di
Concord, dia menghabiskan banyak waktu untuk mengitari danau Walden, pusat
kota, dan juga perpustakaan umum di kota Concord. Maka pengalaman yang telah ia
rasakan ini juga ingin ia berikan kepada Hank.
Dan
kenapa Thoreau? Ya, karena Cal juga jatuh cinta dengan cara pandang dan karya
Thoreau. Cal telah mengahabiskan banyak waktunya untuk membaca dan mempelajari
tentang Thoreau. Thoreau yang menurutnya adalah seorang yang hanya menginginkan
kebebasan dan kehidupan yang nyata dari alam tak perduli dengan apa yang orang
lain katakan padanya adalah sebuah gagasan besar untuk menjadikannya acuan bagi
Hank menemukan hidupanya. Bagaimana tidak? Walden pada umumnya adalah sebuah
buku yang mengajak kita untuk menyederhanakan hidup dan pengupasan paling inti,
sedangkan Hank? Hidup Hank sudah dipreteli habis, maka sebaliknya melalui
Walden ia harus membangun kembali hidupnya yang telah tercerai berai, dan
Walden menjadi panduan yang benar-benar penting dalam hidup Hank.
“Hari
hanya terbit jika kita terbangun dari tidur. Ada banyak hari ke depan yang akan
terbit. Matahri hanyalah bintang pagi.” (Thoreau)
Kusudah Baca buku ini dan yep. Malah konsen ke mupeng pen tau buku Walden
BalasHapusHahahahaha.. iya, kujuga mupeng banget.
HapusBtw, nih bisa komen...hish.