Puisi dari Seorang Sahabat
Ketika dunia berhenti
Ketika mentari tak mampu menyinari
Bahkan ketika puisi mulai kehilangan semua diksi
Ingatlah kawan kau tak sendiri, tak akan pernah sendiri
Masih ada aku
Aku yang menjelma darah di nadimu
Aku yang menjelma detak di jantungmu
Aku yang bersatu dengan air matamu
Aku luka, saat tak ada senyum dari bibirmu
Sesungguhnya kita itu satu meski terhalang jarak dan waktu
Kita satu dalam semu
Ketika mentari tak mampu menyinari
Bahkan ketika puisi mulai kehilangan semua diksi
Ingatlah kawan kau tak sendiri, tak akan pernah sendiri
Masih ada aku
Aku yang menjelma darah di nadimu
Aku yang menjelma detak di jantungmu
Aku yang bersatu dengan air matamu
Aku luka, saat tak ada senyum dari bibirmu
Sesungguhnya kita itu satu meski terhalang jarak dan waktu
Kita satu dalam semu
Kawan, lihatlah
Bulan secantik wajahmu kala senyum menyambangi
Dedaunan tampak bisu menyaksikan derap langkah kaki
Kaki-kaki kecil yang terus berjalan dan akan terus berjalan
Sebab kehidupan itu perkara impian yang tentu saja mampu kau wujudkan
Bulan secantik wajahmu kala senyum menyambangi
Dedaunan tampak bisu menyaksikan derap langkah kaki
Kaki-kaki kecil yang terus berjalan dan akan terus berjalan
Sebab kehidupan itu perkara impian yang tentu saja mampu kau wujudkan
Jangan salahkan hidup jika tak pernah seperti yang kau mau
Jangan pernah mencaci ataupun menyalahkan diri
Dan jangan pula bersedih, karena sesungguhnya bahagia ialah apa yang tumbuh dan besar dari dalam dada
Bahagia itu sesederhana senyumanmu, untukku
Jangan pernah mencaci ataupun menyalahkan diri
Dan jangan pula bersedih, karena sesungguhnya bahagia ialah apa yang tumbuh dan besar dari dalam dada
Bahagia itu sesederhana senyumanmu, untukku
(Untuk Iyas, semoga kau suka)
Terima kasih sahabatku, Pre.
Puisi di atas adalah puisi salah seorang teman dekat yang selalu mengingatkanku, bahwa saya harus "Baik-baik saja".
Semoga persahabatan ini senantiasa terikat dalam janji waktu yang telah mempertemukan kita.
Komentar
Posting Komentar