[Ulasan Buku] - The Girl on Paper
Judul: The Girl on Paper (La Fille de
Papier) | Penerbit: Spring
Penulis: Guillaume Musso | Penyunting: Selsa Chintya
Jumlah Hlm.:
448 hlm | Cetakan pertama, September 2016
ISBN:
978-602-74322-4-6 | Rating Buku: 4/5
“Jika dia memiliki waktunya lagi, akankah dia melakukan segala hal dalam hidupnya secara berbeda? Dia menyingkirkan pertanyaan itu dari kepalanya. Pertanyaan itu tidak layak dipikirkan. Hidup bukanlah permainan video dengan beberapa pilihan hasil akhir. Waktu berlalu dan kita mengalir bersamanya, lebih sering melakukan apa yang kita bisa daripada apa yang kita inginkan. Sisanya tergantung pada nasib dan keberuntungan. Itu saja.“ (Hlm. 311)
The Girl on Paper—adalah novel yang
ditulis oleh Guillaume Musso pada tahun 2010 dengan judul aslinya La Fille de
Papier. Novel ini diawali dengan prolog yang berisi berita-berita dari media
masa, memberitakan putusnya hubungan Tom Boyd dengan kekasihnya yang merupakan
pianis Prancis, Aurore Valancourt—dan email-email dari penggemar Tom Boyd yang
menyampaikan bahwa apa yang telah ia tulis dalam novelnya telah memberikan
harapan baru untuk kehidupan mereka.
Tom Boyd, seorang penulis berusia 33
tahun yang berada pada puncak popularitasnya melalui buku yang ia tulis,
Trilogie Des Anges. Meski awalnya ia hanya dikenal sebagai penulis yang pendiam
dan menutup diri dari sorotan media, nampaknya hal tersebut tak lagi sama saat
ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Aurore, seorang pianis cantik yang
sensasional baik karena bakat yang dimilikinya ataupun kisah asmaranya yang
kerap mengundang perhatian banyak mata.
Menjalin kasih dengan Aurore merupakan
babak baru bagi Tom, begitupun saat-saat di mana Aurore akhirnya memutuskan
hubungan mereka. Bagi Tom, mencintai Aurore tak lain seperti
sebuah kecanduan yang tidak dapat ia hindari—bahkan untuk hal-hal sepele yang
melekat pada Aurore, hal ini menjadi suatu hal yang begitu luar biasa hebat
bagi Tom, sebut saja sebuah senyum melankolis, mata berkilau ketika tertimpa
cahaya, caranya menyibakkan rambut, serta seluruh tingkah pola tubuhnya yang
selalu terlihat cantik—adalah candu yang mematikan bagi Tom, candu yang ia
sadari akan membawa konsekuensi yang tak kalah besar dari rasa cintanya. Lalu, bagaimana
Aurore memandang keberadaan Tom dalam hidupnya?
“Itu adalah salah satu hal yang memisahkan kami. Untukku, cinta itu seperti oksigen. Satu-satunya hal yang membuat kehidupan berkilau, memberinya kecermelangan dan intensitas. Tapi untuk Aurore, meskipun sangat ajaib, cinta pada akhirnya hanyalah sebuah ilusi dan tipuan.” (Tom, hlm. 238)
Apa yang kita pilih pasti akan mempunyai
konsekuensi yang harus kita bayar, semuanya mempunyai harga, begitupun dengan
hubungan Tom dengan Aurore. Saat hubungan mereka tak lagi baik, dan Aurore
semakin menjauh dari Tom, semua hal yang Tom punyai perlahan juga lari darinya,
dan satu hal yang dulu tak pernah ia rasakan, inspirasi dari imajinasi yang
selalu ia banggakan tak lagi dipunyainya—satu titik yang selalu menjadi musuh
besar bagi penulis, writer’s block, tengah menjangkit Tom layaknya kanker yang
sudah tidak mungkin lagi untuk disembuhkan.
Keadaan Tom membuat kedua sahabatnya,
Milo dan Carole, merasa khawatir. Segala cara telah mereka berdua lakukan untuk
mengembalikan Tom yang selama ini mereka kenal. Bagi Carole, Tom adalah sosok
yang sangat berjasa dalam hidupnya, sosok yang membuatnya bisa merasa kuat dan
bertahan sampai sekarang, maka melihat Tom dalam kondisi terburuk adalah hal
yang paling tidak ia inginkan. Lain lagi dengan Milo, sebagai sahabat sekaligus
manajernya, Milo juga merasa bahwa apa yang terjadi kepada Tom saat ini tak
lain adalah akibat dari kecerobohannya, maka ia ingin menebus segala kesalahan
yang telah ia lakukan.
Di tengah keadaan Tom yang semakin
memburuk, pada sebuah malam yang badai, tiba-tiba seorang wanita berada di
dalam rumah Tom dalam keadaan tanpa sehelai benangpun. Wanita itu mengaku
sebagai Billie, salah satu karakter dalam novel keduanya, dia mengaku jatuh
dari kalimat yang tak terselesaikan dalam buku yang ditulis Tom karena
kesalahan cetak. Setelah perdebatan yang panjang, Tom tidak ada pilihan lagi selain
harus mempercayai apa yang dikatakan oleh wanita yang mengaku sebagai Billie. Sebuah
kesepakatan akhirnya mereka capai, Billie akan membantu Tom untuk kembali pada
cinta Aurore, dan sebagai gantinya, Tom harus kembali menulis agar novel
ketiganya segera diterbitkan, dengan hal itu maka Billie bisa kembali pulang
pada dunianya—fiksi. Selepas dari Billie dan Tom, karakter fiksi berpindah
dimensi ke dunia nyata? Mungkinkah?
Sebelum sempat membaca blurb atau sinopsis
dari novel ini, saya sangat minim info mengenai novel The Girl on Paper. Satu-satunya
hal yang menarik perhatian saya dari novel ini adalah desain sampul yang sangat
eye-catching, bahkan teman saya yang
tidak terlalu suka membaca pun mengaku tertarik dengan buku ini. “Don’t judge the book by its cover”,
nampaknya pernyataan ini tidak cocok dengan novel Musso ini, bagaimana tidak? Novel
dengan sampul menarik dan ide cerita yang hebat, adalah suatu perpaduan yang
sangat ditunggu oleh pembaca. Jadi, setelah saya mulai membaca novel ini, saya
mengakui bahwa ide besar dari novel ini mengenai karakter yang jatuh dari
kalimat yang tidak selesai dalam sebuah novel adalah ide yang luar biasa. Setelah
menelusuri beberapa sumber, saya mendapatkan cukup informasi bagaimana Musso
bisa mendaptkan ide tersebut—Musso mengaku ide ini bahkan telah ia punyai jauh
dari sebelum ia berencana untuk menulisanya. Ide besar ini ia dapatkan pertama
kali saat ia berusia 13 atau 14 tahunan, di mana pada saat itu adalah saat
pertama kali ia menonton film karya Woody Allen, The Purple Rose of Cairo
(mengenai film ini, akan saya ulas di kesempatan lainnya).
Musso melalui Billie telah berhasil
mengikuti saya, bahkan pada hari pertama saya membaca novel ini, saya
memimpikan Billie dan terlibat percakapan yang sama sekali absurd. Entah saya
yang berada dalam novel, atau Billie yang berada pada dunia saya. Selain itu,
karakter Billie adalah satu-satunya karakter yang berhasil membuat saya jatuh
cinta, semangatnya yang tinggi, caranya memandang kehidupan, adalah sebuah
virus positif yang mampu membuat orang-orang di sekitarnya bisa merasakan
gairah kehidupan yang baru.
Bagaimana dengan karakter Tom? Baiklah,
Tom adalah seorang yang berwawasan luas tentu saja, hal ini dibuktikan dari
referensi buku yang ia baca begitu banyak, sebut saja Aleksandr Solzhenitsy, Stendhal, Tolstoy, Albert Cohen (dalam
buku ini yang disebutkan adalah karya yang ditulisnya, yakni Belle du Seigneur), Jean-Paul Sartre,
Umberto Eco, Voltaire, dan beberapa penulis lainnya yang di dalam buku ini disebutkan
merupakan penulis-penulis yang karyanya tak lepas dari lingkup baca Tom. Selain
itu, Tom adalah seorang penulis yang mempunyai selera musik yang baik (jika
menurut Billie, musik-musik Tom adalah bukan musik yang sesungguhnya)—dan tentu
saja, secara khusus Tom mempunyai sifat angkuh yang bahkan menurut saya hal itu
bukan hal negatif jika dipasangkan dengan Tom.
Seperti yang telah saya sebutkan di atas,
Billie adalah tokoh fiksi yang diciptakan oleh Tom, maka keberadaanya di dunia
adalah tidak akan bisa berlangsung lama. Hidup Billie bergantung pada sebuah
novel kedua Tom yang terselamatkan dari pemusnahan yang dilakukan oleh
penerbit. Lalu, bagaimana Billie bisa bertahan sampai novel ketiga Tom selesai
ditulis? Dan, selama itu, bagaimana cara Billie agar hubungan Tom dan Aurore kembali menjadi baik? Lalu, apakah Tom benar-benar akan menepati janjinya
terhadap Billie untuk menyelesaikan bukunya? Semuanya akan terjawab dalam buku
448 halaman ini.
***
The Girl on Paper, adalah buku Musso
yang pertama saya baca. Bukan merupakan sebuah ide baru pastinya, tetapi
merupakan sebuah ide yang hebat, didukung dengan eksekusi cerita yang di luar
gambaran saya, membuat buku ini berhasil mencuri perhatian saya.
Satu poin khusus yang membuat saya
menyukai buku ini adalah pada tiap awal babnya selalu diimbuhkan kutipan dari
penulis-penulis terkemuka dunia, ya, meskipun memberikan kutipan tokoh pada
awal bab bukan suatu hal yang baru, akan tetapi pemilihan kutipan yang secara
apik dipilih oleh Musso menambahkan nilai plus pada buku ini. Selain gaya
bahasa yang menarik, dan pengambilan dua sudut pandang sekaligus yang digunakan
Musso—hal ini bukannya menjadi nilai minus, bahkan sebaliknya, Musso berhasil
dengan baik menceritakan situasi apa yang tengah terjadi pada novelnya melalui
dua sudut pandang yang berbeda ini tanpa membuat pembaca merasa bingung.
Terdapat dua halaman secara terpisah
pada novel ini yang pada awalnya membuat saya mengernyitkan dahi, yakni halaman
160 dan halaman 446, pada dua halaman ini akan kita temukan penulisan font yang
semakin lama (atau dari pertengahan paragraf sampai akhir paragraf) semakin
mengecil ukurannya. Awalnya saya mengira ini adalah kesalahan penulisan, tetapi
saat saya membacanya ulang, oke, ini merepresentasikan bahwa apa yang sedang
dituangkan dalam paragraf tersebut merupakan sebuah pernyataan yang panjang dan
seperti tiada titik untuk dapat mengakhrinya. Apakah ini merupakan nilai minus?
Ups, sayang sekali tidak untuk saya.
The Girl on Paper, dapat menjadi teman
yang baik untuk menghabiskan waktu—merupakan tempat yang layak kita kunjungi
jika telah merasa penat dengan kesibukan yang itu-itu saja dan terkadang mesti
membuat kita lari sejenak. Darinya, Musso mengajak pembaca untuk melihat lebih
luas bahwa gaya menulis tak hanya dengan cara itu-itu saja, dengan pemilihan
kata yang meski tak terlalu menitikberatkan pada diksi, Musso berhasil mengajak
pembaca (di sini tak lain adalah saya, dan semoga teman-teman juga) untuk tetap
hanyut pada bahasanya yang ringan dan cerita yang sangat sayang jika dilewatkan
akhirnya.
“Waktu untuk membaca adalah waktu yang dicuri. Mungkin itulah mengapa kereta bawah tanah menjadi perpustakaan terbesar di dunia.” (Francoise Sagan)
Jika teman pembaca lainnya ingin
mengikuti pertualangan Billie bersama Tom, ada 1 buku The Girl on Paper yang
teman-teman bisa dapatkan dengan mengikuti giveaway yang saya adakan bersama 4
teman blogger lainnya, dan tentu saja giveaway ini dipersembahkan oleh Penerbit
Spring—untuk info lebih lanjut silakan meneruskan ke halaman ini.
Sepertinya melalui The Girl On Paper akan mengajak kita berkenalan dengan banyak penulis yang beberapa bahkan baru kutahu namanya. :D
BalasHapusHai, Kak Heni...
HapusBener banget... beberapa nama memang baru juga buat saya. Dan ini bikin kepo-in mereka, hahahahahaha.
Complicated ya isi ceritanya. Semakin banyak membaca review di tiap blog,cerita yg tertanam semakin seru dan membuat penasaran. Tadinya saya menebak akhir cerita Tom akan bersatu kembali dengan Aurore. Tapi makin kesini sepertinya tebakan saya salah. Berama Billie kah ending cerita Tom??
BalasHapusMudah2an beruntung bisa dapetin novelnya dari rangkaian blogtour ini😊
Hai, Kak Rohana...
HapusDuh, sama siapa ya Tom akhirnya... ini bikin gemes endingnya, hahahahahahha.
Aamiin, good luck ya Kak, semoga berjodoh dengan salah satu rangkaian blogtour dari Penerbit Spring...
Yang jelas Tom ga boleh balikan sama Aurore, ga cocok, haha. Aku dukung Tom dan Billie, tapi gimana nyatunya ya??
BalasHapusBtw, semoga aku memenangkan giveaway dari blog ini. #kedipkedipmata #wajahmemelas
Iyak! Tom gak boleh sama Aurore.. hehehehehe
HapusTapi, Tom sama siapa yak akhirnyaaaa....
Semoga berjodoh dengan The Girl on Paper di rangkaian blogtour Penerbit Spring, Kak Wawha...
Menyoal tentang pertanyaan di giveaway-nya, nama Tom Boyd masuk dalam hitungan nama penulis nggak ya? Dia kan ceritanya di sini sebagai penulis juga. Eh tapi profesi penulisnya cuma dalam fiksi sih ya, bukan penulis beneran hehe :D
BalasHapusHeum, masuk nggak yaaa....
HapusFeel free, Kak Bintang....
Idenya langka dan mengagumkan. Saat baca cerita sang tokoh keluar dari buku, yang terbayang itu adalah cerita pada zaman anak-anak, anak-anak yang menginginkan tokohnya ke luar dari buku.
BalasHapusIdenya kereeen, jadi penasaran caranya mengeksekusi juga jalan ceritanya.
Hai, Kak Humaira...
HapusBener banget, idenya keren. Eksekusi endingnya juga bikin pembaca terkaget2 (apa ini), hahahahahaha...
Pokoknya recomendead banget ini novel...
Resensinya menarik dan detail. Sukses dengan giveawaynya ya! :)
BalasHapusWah, ada Kak Adin,,,
HapusDuh, jadi maluuuu... Kak Adin juga keren loh ulasannya, perlu belajar banyak dari Kak Adin nih. Hihihihihi...
Sukses juga dengan GA-nya....
Nice review kak...😃 Jadi penasaran keseluruhan ceritanya.. Ingin cepat-cepat membacanya sendiri😆
BalasHapusTerima kasih, Kak Bety...
HapusNice review kak...😃 Jadi penasaran keseluruhan ceritanya.. Ingin cepat-cepat membacanya sendiri😆
BalasHapusAku jadi menbak, mungkin saja cara penyampaian cerita yang diusung oleh Musso di awal-awal dalam bentuk klipingan berita itu untuk menggaet pembaca supaya makin tertarik dengan keseluruhan cerita. Banyak yang memberi bintang tinggi untuk novel ini dengan penjelasan soal kelebihannya ini dan itu. Tanpa keunikan klipingan berita itu pun kurasa sisanya akan tetap menarik bagi pembaca. :)
BalasHapusBener banget, Kak Aya...
HapusNovel ini punya kelebihan yang kalopun nggak ada prolognya tetep caem banget. :)
Ada banyak penulis filsafat kesukaan saya. Buku ini sepertinya memberikan pelajaran yg cerah tentang cara mengatasi dilema path hati dan writer's block. Kerenn
BalasHapusHai, Kak...
HapusWah, samaan nih dengan Tom, buku-buku filsafat yang jadi temen bacanya. Siapa penulis favoritnya, Kak?
Ada banyak penulis filsafat kesukaan saya. Buku ini sepertinya memberikan pelajaran yg cerah tentang cara mengatasi dilema path hati dan writer's block. Kerenn
BalasHapusTertarik sama The Girl on Paper karena premisnya. ^^ Kayak film Stranger than Fiction dan Ruby Sparks. Udah nonton?
BalasHapusBelum, Kak..
HapusWoh, nanti saya masukin ke list movie yang mesti ditonton... Makasih rekomendasi filmnya...
Sama-sama. :)
HapusSeru, lho~
Wahh, Tom baca Tolstoy juga? Kita samaan, Tom. *halah
BalasHapusKira-kira beberapa penulis di atas atau karyanya bakalan dibahas di novel ini ngga sih? Atau cuma numpang lewat nama doang?
Ohiya, saya penasaran apakah Tom bakalan rujuk lagi dengan Aurora atau ngga. Bakalan lama ngga ya proses move on-nya Tom? Kasihan dia.~
Wih, samaan sama Tom bacaannya Tolstoy...
HapusHeum... Numpang lewat aja apa dibahas yaaa???
Proses move on ya bisa dibilang lama, Kak. Kakak maunya Tom rujuk sama Aurore nggak?
Wuih, penulis yang jadi referensi tom banyak ternyata *takjub. Yang pasti aku ngga rela Tom balik sama Aurore. Tom sama Billie aja, Billie ga usah balik ke dunia fiksi yang ditulis tom :D
BalasHapusSama, aku juga gak rela. Relanya sama Billie aja, hahahahaha
HapusMenyelipkan beberapa kutipan yang tepat dan sangat mengena di tiap bab memang jadi nilai plus ya. Apalagi kalo memilih kutipan yang sangat sesuai atau mewakili isi bab itu secara utuh. Bukan cuma karena ada nemu kutipan bagus, trus main selipin aja hihihi :D
BalasHapusKayak temenku yang lagi usaha buat nulis sebuah cerita. Dia ngotot mau masukin kutipan-kutipan gitu ke tiap bab nya, asal ada yang keren dia catet deh. padahal udah kubilang, yang penting dia selesaiin dulu ceeita dia. Soal kutipan kan bisa nyusul belakangan wkwk
Indeed!
HapusBaca novel di dalam novel? Eh gimana sih. Haha yah pokoknya begitu lah. Idenya ini unik banget, aku jadi makin penasaran setelah baca review-review dari beberapa blogtour kali ini. Apalagi baca review orang-orang luar yang baca novel ini di GoodReads.
BalasHapusLet's see, semoga diriku beruntung kali ini. 🙏
Semoga berjodoh dengan Tom, Kak. Eh, TGOP maksudnya, hahahahaha
Hapus