Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2014

Sempat Merasai

Aku berbahagia Karena pada satu masa di hidupku, aku dapat mengenalmu Aku berbahagia Karena pada satu saat di malamku, aku pernah menjadi tumpuan harapmu Aku berbahagia Karena pada satu waktu di pagiku, sapaku pernah menghangatkan awal harimu Dan, aku akan selalu berbahagia Karena pada hidupku, aku pernah merasakan sebuah cinta yang agung untukmu Saat malam mulai menengah Kicau kita mengisi kekosongan pada keheningannya Saat pagi mulai lahir Sapa kita turut serta memberi kehangatan pada poktanya loka Dan, saat hari telah temu tua Cerita kita tak pernah alpa untuk merayakannya bersama senja Meski masa cinta yang kuagungkan telah terbujur kaku Dan mati pada sisa rindu-rindu yang kelu Kadang aku masih saja ingin mengulang waktu lalu Untuk sekedar mendengar hangat sapa di antara aku dan kamu Pada pandangmu Mungkin aku tampak menyedihkan Karena tetap menjaga harap yang musykil Tak apa, karena aku akan abai Cinta yang kuagungkan Meski dia

Ini Bukanlah Malam Kita

Ingatkah kamu, pada satu malam saat kita berdua terduduk bersama di sebuah bangku taman—tempat di mana beberapa kali kita menyampaikan rindu yang beranak-pinak. Sesampai kita di sana, kita telah menentukan jarak yang menjadi dinding penghalang untuk kita dapat menautkan jemari yang saling merindu, beberapa saat yang kita habiskan dengan bisu dan diam, dan hanya suara binatang malam yang berdialog penuh gegap. Kamu tahu? Dalam diam yang aku bangun sedari awal, sebenarnya aku tengah membuat pertahan agar segala isi telagaku tak tertumpah di depanmu. Maka dari itu, aku memilih diam dan hanya menampakkan sisi angkuh yang meradang. Meski aku tak menamatkan tatap kedua netra ini ke arahmu, aku cukup bisa merasakan bahwa kala itu, kamu beberapa kali menitikkan air matamu dengan tertahan. Deru napas yang kau mainkan membuat dadaku semakin bergemuruh pilu, dan jika angkuh yang kupunya tak cukup kuat menahan—saat itu, pada detik di mana sulur air matamu terjalin, aku ingin menghapus

Adlerian in July

Setelah satu bulan penuh tidak menghasilkan apa-apa yang berarti untuk sekedar di publish  di laman pribadi ini, akhirnya hibernasi yang sifatnya sementara itu berakhir pada July-- di hari keempat ini. Adlerian, apa yang kalian ketahui tentang Adlerian ini?  Adlerian adalah sebutan untuk mereka-mereka yang menganut atau mengikuti teori Adler dalam mendalami ilmu psikologi. Adler? Siapa Adler? Kenapa harus Adler? Atau, seberapa hebat Adler? Ya, tentu saja pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan bermunculan ketika kita mendengar namanya pertama kali. Adler, atau bernama lengkap Alfred Adler, adalah seorang tokoh psikologi yang mempunyai andil penting dalam perkembangan ilmu psikologi itu sendiri sehingga dapat masih kita rasakan manfaatnya hingga saat ini. Teori-teori yang dia hasilkan kemudian dikenal sebagai Psikologi Individual. Adler yang pada mulanya adalah merupakan anggota dari sekelompok kecil psikolog yang sering mendiskusikan hal-hal yang bersangkutan dengan isu psikolo

Persimpangan Terakhir

Apa yang aku dapat darimu selain dekap kecewa? Apa yang kau dapat dariku selain perih luka? Ucap-ucap kita beku pada gigil siang Asa-asa kita kaku pada sunyi petang Tapi, kita memilih untuk tetap satu meski tak pernah temu sama Derap langkah kaki perpisahan kadang membayangi Tapi untunglah, rekat lengan pertemuan belum pernah gagal mengusirnya Lidah-lidah kita kelu dimakan ngengat waktu Jemari-jemari kita remuk digilas kuasa malu Satu sudut di dalam sana Pada kedalaman ruang anganku Masih ada namamu yang terbujur hampir tak bernyawa Menanti satu pasti dengan digerogoti rayap-rayap jemu Lantas, apa kabar ruang milikmu? Apakah namaku juga dalam sakit yang sama? Ataukah, dia telah dulu lebih lama meregang nyawa? Pada remang pendar rembulan di gelap malam Kita pernah berbicara perihal nasib masing-masing rasa Jika aku tak salah, aku melihat telagamu tumpah Mengiringi tiap kata yang kau ucap dengan makna yang entah Dan itu, membuatku semakin

Penaka Rinduku

Rinduku belai angin sore Menggoyangkan rerumputan di hampar asa-asa yang tersemai Mengoyak dedaunan pada pohon-pohon harap yang mengering Rinduku sentuh lembut seorang Bunda Dengan hangat yang menyergap pada tiap inci raba Memberi ketenangan di tiap ari yang terjamah Rinduku geming bukit kesepian Hening tiada suara doa yang tertinggal Gigil deru pawana mengenaskan Rinduku hangat matahari fajar Membawa asa untuk kembali berlari Di lintas-lintas lorong rindu tanpa tuan ~ @iyasCoveRy