Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2014

Asmaragama

Senja menua, malam kembali muda Pada desir hawa kelam yang dingin Meninggalkan gigil tiada peri Ragaku jatuh pada dekap hangat Gerayah lembut menelusup pada celah kerapuhan Jari dengan belai-belainya bertahta pada kepasrahan Pelan membawaku pergi jauh dari nyatanya rat Kecup hangatnya sekilas membawa damai Menyisakan gigit kecil pada tiap inci yang terjamah Mejelma noda biru pada basah bibir yang disarangkan Aku berharap, Pada kedalaman harap tiada dasar Agar waktu sudi untuk sekedar beku Inginku tak muluk Hanya berharap nikmat tiada batas ini akan tetap terasa Pada tiap inci kulitku Pada tiap hela napasku Pada kedalaman jiwa yang gersang karena lama penantian Pada diri yang telah akrab dengan sepi

Pada Warsa

Pada warsa Yang disambut guyuran hujan tiada jeda Maujud suka dan duka Terlebur pada satu waktu yang kusebut masa Pada purnama ketiga Berakhir semua kisah sepasang tolan Yang terbujur kaku pada beku waktu Pada purnama kesembilan Yang tak kutahu kapan tibanya Sebuah penantian mungkin harus temu binasa Terpaksa tanggal, mati sebelum lahirnya Pada warsa Dua belas purnama akan lahir pada masanya Telah terukir dua kisah sebelum lainnya Sisa sepuluh yang menunggu tuannya Pada warsa Duka dengan senang hati akan mengisimu Tak perlu kau khawatir akan kosong pada waktu-waktu Pada warsa Suka hati dengan canggung akan menyelip di antaranya Tak perlu gundah akan detik-detik yang tiada bahagia Pada simpai detik bertemu dengan detik Melahirkan menit-menit, pada rangkai saat yang mereka sebut hari Lalu, bertemu dengan hari-hari setelahnya Dan menghidupkan purnama-purnama lainnya Ya, dan akan bertemu pada sebuah warsa Kembali, pada war

Jika dan Akankah

Teruntuk kamu, Saat ini Di mana tepatnya kakimu menapak Aku tak tahu Di mana letak pohon yang meneduhimu Aku tak tahu Ke mana arah angin berhembus menyegarkan harimu Aku tak tahu Di mana saat ini arah pandangmu tertumbuk Aku pun tak tahu Ah, sungguh aku tak pernah tahu-menahu Meski hanya satu hal tentangmu Tapi, satu pasti yang akan selalu aku tahu Jika kau adalah satu dari sibiran hidupku Sosok semu yang selalu rela hati mendengarkan kesahku Pada tiap pagimu, siangmu, petangmu, bahkan malammu Tapi, itu dulu Sebelum waktu mulai cemburu terhadapku Sebelum khilaf merenggut yakinmu atas janjiku Sebelum jemu tegur menyelimuti kau dan aku Jika, satu saat nanti Pada suatu petang yang mengakrabi diri sebagai senja Dengan segala keindahan jingga pada tepian cakrawala Adakah satu sempat yang sudi berbesar hati? Sekedar memberi jeda pada waktumu Untuk meneguk secangkir kaku kopi pada beranda kenang dan rindu bersamaku Jika waktu berken